LEBIH KE PERSAHABATAN

Pagi yang cerah menyambut hari ku yang baru, membuat ku semangat untuk berangkat ke sekolah secepatnya. Bukan karena belum menyelesaikan tugas, melainkan untuk segera menuntut ilmu. Ada pepatah mengatakan, “Tuntutlah ilmu setinggi langit”. Itulah yang selalu membuat aku semangat berangkat ke sekolah.

“Ibu.. Sindy pergi ke sekolah dulu ya. “ aku menuju ke dapur menemui ibu untuk mencium punggung tangannya yang penuh dengan kasih sayang.

“Iya… hati-hati yaa nak, belajar yang rajin..” ibu mengelus rambutku dengan belaian lembutnya.

Setibanya aku di sekolah, ternyata sekolah masih sepi. Hanya ada beberapa siswa saja yng sudah datang, selain itu entah pada kemana, padahal jam sudah menunjukkan pukul 07.15 yang menandakan bahwa 15 menit lagi bel berbunyi.

“Kriiiiiiinnnnggggg……….” bel tanda masuk berdering, para siswa berhamburan memasuki pintu gerbang yang sudah di tungguin sama pak satpam yang super galak. Dasar anak pemalas, bel udah berdering saja baru pada datang, kalau di tanya jawabnya, “Kita tuh harus datang on time, jadi tepat saat bel berbunyi.. yah.. kita masuk. Itu namanya murid teladan.”

Denger-denger dari kabar angin yang berhembus, di kelas kami akan kedatangan anak baru, anak-anak 1 kelas heboh ngomongin dia. “Eh, katanya anak barunya itu keren loh. Tadi ada yang nampak di kantor Kepsek. Ckckck.” Apa pentingnya sih ngomongin orang, yang katanya keren lah, ganteng lah, hmmm.

Pelajaran pertama sebentar lagi di mulai, tapi Pak Anton guru mata pelajaran Biologi Faforit kami itu tak kunjung muncul juga. Padahal kami sedang semangat untuk membicarakan acara camping kami ke TNBT, alias Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Sudah beberapa bulan ini kami merencanakannya, dan ini di adakan untuk menjalin kebersamaan kami yang memang sudah sangat erat.

ELSTWO, itulah kami Eleven Sains Two atau sebelas ipa dua. Saat kami sedang heboh membicarakan masalah itu, tiba-tiba saja Daddy Anton masuk membawa seseorang yang tidak kami kenal.

“Assalamualaikum.. Hmm.. Bisiing nya kalian !!” Dia mengkritik kami sambil senyum-senyum dan segera meletakkan tas hitamnya.

“Kok lama sih pak ??” kata Gustri sang ketua kelas. “suka-suka saya lah.. kenapa kamu yang ribut ?” Dia tertawa, “Hahahaha, Oh iya.. Ini bapak membawa teman baru buat kalian. Namanya… Siapa ? Haa ??” Tanyanya linglung.. “Biar saya memperkenalkan diri saya sendiri pak,” Dia tersenyum kepada bapak. “Oh ya sudahlah, silahkan..” Daddy mempersilahkan.

“Assalamualaikum.. Hai teman-teman semua…Perkenalkan, nama saya Arjuna.. Saya berasal dari Jakarta. Saya berharap kalian semua mau menerima saya dengan tangan terbuka, soalnya melihat keakraban kalian.. mungkin sulit bagi kalian menerima anggota baru. Tapi apabila saya diizinkan bergabung dalam kebersamaan kalian, saya akan sangat senang dan bangga.” Dia memperkenalkan dirinya dengan sangat menarik, membuat kami merasa nyaman untuk bersama-sama menjalin persahabatan dengannya.

“Tenang saja, kami itu gak pernah pilih-pilih orang kok, selama di antara kita terjalin persahabatan yang baik, kita semua akan selalu bersama. OK…” Gustri menyatakan diterimanya Arjuna di kelas kami..

∞∞∞∞∞

Hari ini adalah hari Jum’at, itu tandanya hari keberangkatan kami ke TNBT sebentar lagi. Namun, kepastian mengenai rencana itu masih membingungkan. Surat izin dari Sekolah tak kunjung keluar, padahal kami sudah mengurusnya sejak beberapa hari yang lalu.Di rasa-rasa Sekolah mempersulit keberangkatan kami, sehingga kami belum mempersiapkan apa-apa. Ditambah lagi, Daddy kesayangan kami tidak bisa mengikuti kegiatan ini di karenakan ada tugas Dinas. Terpaksa kami harus mencari guru pembimbing yang baru.

Pilihan kami jatuh kepada guru kami yang paling baik, Guru Olahraga yang bernama Pak Dicky, di tambah dengan guru favorit Djenii, Pak Robby. Untung saja bapak-bapak Guru tadi langsung menyetujui rencana kami. Betapa leganya hati kami. Dan betapa bahagianya hati Djenii.

Keesokkan harinya, kami ditugaskan untuk gotong Royong mempersiapkan UN kakak-kakak kelas kami pada hari seninnya, dan kami mengambil kesempatan untuk berlibur di hari itu. Tapi, Sekolah belum memutuskannya kecuali kami memenuhi persyaratan yaitu paling sedikit 25 orang yang ikut.

Hati kami berdebar-debar saat menyerahkan surat-surat izin dari orang tua sebagai tanda bukti untuk sekolah. Jam menunjukkan pukul 11.15, sebentar lagi bel pulang akan berbunyi. Kami semua anak-anak ELSTWO menunggu dikeluarkannya surat izin dari sekolah.

Tepat pada saat bel berbunyi, akhirnya dengan mengucapkan ALHAMDULILLAH, kami di izinkan untuk mengunjungi Taman Nasional itu. Langsung saja Gustri dan Arjuna yang kami angkat menjadi wakil ketua kelas mengaba-abakan kepada kami untuk segera pulang mempersiapkan keperluan masing-masing dan keperluan kelas. Lalu, tepat jam 13.00 kami harus berkumpul di sekolah.

∞∞∞∞∞

Setelah meminta doa kepada seluruh keluarga, aku pergi ke sekolah di antar Ayahku tercinta. Semua keperluan sudah ku letakkan di dalam Ranselku dan 1 tas jinjing ku untuk barang-barang ringan dan segala macam cemilan.

Sesampainya di sekolah, semua teman-temanku sudah berkumpul. Aku melihat sekeliling, ternyata sahabatku Ocha sudah berkumpul bersama teman-teman yang lain. Namun, satu tatapan menghentikanku memandang sekeliling. Arjuna menatapku.

Begitu turun dari motor dan mencium tangan sang Ayah, aku segera berlari menemui sahabat-sahabatku yang heboh bercerita dan berbahagia. Aku langsung ikut nimbrung bersama Retno,Ocha dan Mela. Kebahagiaan yang tiada tandingannya.

Sudah beberapa lama kami menunggu, dan jam sudah melewati batas keberangkatan. Kami mulai gelisah. Mobil truk dengan bak belakang yang di sebut PRAH kendaraan faforit kami belum kunjung datang. Salah satu guru pembimbing pun membatalkan rencana karena ada kepentingan lain. Siapa dia ? pak Robby, dedemenan Djenii tidak jadi mengikuti petualangan kami. Namun, hal itu tidak mengurangi kebahagiaannya bisa bersama kami. Dalam hal ini, Pak Dicky tidak dikabari, ditakutkan dia juga akan turut mengundurkan diri.

Tepat puku 14.30, akhirnya mobil jemputan kami datang bersama salah satu teman kami yaitu Puspa. Itu karena supirnya adalah Pamannya. “Yyyeeiikkkhhh…. akhirnya kita berangkat juga !!” sorak kami bergembira. Segera saja mobil mengambil posisi agar kami bisa naik dengan cepat. Sebelum berangkat kami sempat berphoto ria dengan salah satu teman kami yang tidak bisa mengikuti keseruan ini.

Satu per satu, kami mulai menaiki Prah, saat aku akan menaiki Prah itu, tiba-tiba ada yang menarik tanganku .Arjuna, lagi-lagi dia. Dia membantuku untuk naik. Aku berdiri sambil terbengong-bengong. “Makasih, yaahh…”. Dia hanya tersenyum kecil.

                                         ∞∞∞∞∞             

Wuusshhh…. angin segera berhembus menerpa wajah saat mobil mulai bergerak. Keceriaan terpancar jelas di wajah kami semua. Petualangan baru akan segera kami ukir kembali. Mereka bernyanyi dengan riang, membayangkan kesenangan yang akan kami rasakan nantinya.

Sesampainya kami di Pematang Rebah, tepatnya di Simpang Patin, mobil kami berhenti. Kami akan menjemput Pak Dicky. Berhubung mobil melaju sangat cepat, INSYA ALLAH kami sampai tepat pada waktunya. Lawakkan-lawakkan lucu segera saja keluar saat mobil kembali berjalan. Ditambah dengan satu teman lama, Ribut namanya. Dia yang sudah sangat mengenal tempat ini karena dia merupakan anggota inti KPA SMAN 1 Pasir Penyu.

Perjalanan yang sangat melelahkan, beberapa dari kami banyak yang tidak kuat alias mabuk. Ada yang muntah-muntah, ada yang pusing-pusing, dan ada juga yang bercanda. Salah satunya aku, dikarenakan sebelum pergi yang sangat terburu-buru, aku sampai lupa makan. Akibatnya, aku agak pusing. Ditambah pula salah seorang teman di sampingku tiba-tiba saja mengeluarkan isi perutnya alias muntah. Aku tidak sanggup untuk melihatnya, apalagi tangankku juga turut menjadi korban. Ku pejamkan mata dan menyembunyikan kepalaku di balik badan Patra yang sedang tertidur. Uhhhh, bagaimana ini ??

Tak disangka-sangka aku mendengar suara seseorang yang sangat ku kenal. Arjuna, dia menanyakan keadaanku, “Ngapa Sindy ? Hahaha.” Ia tertawa terbahak-bahak, aku rasa dia mengetahui kondisiku saat ini. “Ini haa.. Grah, tanganku kena.” Aku mengacungkan tangan kiriku. “Eh, kena yah Sindy ? woii,, tolong carikan lap lah, tangan Sindy kena tuh, kasian dia !!” Teriaknya spontan, namun tidak ada yang mendengarkannya. Suasana tiba-tiba hening, Aku hampir saja menangis.

“Lho belum juga Sindy ? Woii,, mana ?? Carikanlah Sindy tuh kain lap, tangannya kena tuh. Haa.. itu lap tuh bawa sini cepat.” Dia terus membantuku. “Ni Sin, Lapnya” Dia menyodorkan lap yang ada di tangannya. “Gak bisa… ini lapkanlah, Sindy gak sanggup liatnya dow…” Di karenakan Arjuna tidak nisa menjangkauku, dia memerintahkan Tiara untuk membantu membersihkan tanganku. Akhirnya, aku sudah bisa menghirup udara bebas.

“Bruummb..bruummb..bruummb..” Suara mobil yang kami kendarai saat melintasi jalanan yang terbilang sangat rusak. Mobil bergoyang dengan kuatnya sehingga membuat seisi mobil berteriak heboh. Terkadang hal-hal seperti itu dapat membuat kenangan terindah tersendiri. Tak seberapa lama teriakan itu, langsung meledak tawa seluruh penghuni Prah.

Jam menunjukan pukul 17.00, kami mulai memasuki area Taman Nasional Bukit Tiga puluh. Jalannya yang mendaki dan menurun membuat mobil kami sulit melewatinya apalagi ditambah pula dengan tanah yang basah akibat guyuran air hujan tadi siang yang tak seberapa lama. Perjalanan sejauh 12 Km masuk ke dalam ini membuat kami semakin lelah, harapan kami adalah segera sampai  di MES. Wajah-wajah kami sudah sangat-sangat kumal.

Tepat di pendakian yang cukup curam, mobil kami tidak kuat untuk mendakinya. Terpaksa Pak Dicky yang sudah duduk nyaman di sebelah supir selama di perjalanan akhirnya turun juga untuk membantu mendorong mobil. Arjuna pun segera ikut serta membantu Pak Dicky. Apa yang bisa dilakukan dua tengkorak hidup itu di kala mobil tidak kuat mendaki ?? Akhirnya seluruh anak cowok turun dan membantu mendorong mobil.

Alhamdulillah mobil akhirnya jalan juga. Para anak cowok itu segera naik dan perjalanan di lanjutkan. Suasana sore yang cukup gelap di tengah hutan, terkadang menimbulkan rasa takut. Aroma hutan yang sangat khas ditemani suara makhluk hutan yang sangat ramai. Mata kami memandang berkeliling. Itulah pertama kalinya kami memasuki hutan yang sesungguhnya. Sangat mengaggumkan !!!!!!

Tepat jam 17.30, akhirnya kami sampai di MES kehutanan. Betapa bahagianya hati kami semua. Mobil berhenti tepat di depan MES, begitu pintu belakang dibuka, “Wwaahh,, Leganyaa !” seru semuanya. Kami baru bisa tersenyum lebar saat itu. Aku pun mulai berjalan menuju pintu, saat ku dengar sesuatu yang aneh. Teman-teman yang sudah turun duluan tertawa terkekeh-kekeh.

“Ngapa lah anak-anak itu ?” Pikirku dalam hati. Tetapi, saat aku menuruni mobil, “Hahahaha,, Ocha.. coba lihat ! Baju Pak Dicky dengan penjaga MES nya kembar !” Kami berdua tertawa bersama. Sembari terus tertawa, kami pun segera mencari posisi yang nyaman untuk beristirahat sejenak sambil melihat SUNSET alias Matahari Terbenam. Sedikit-sedikit sudah bisa bercanda bersama.

Saat hari bertambah sore, Penjaga MES yang bernama Om BASUKI, memerintahkan kami untuk segera memasuki MES. Kami langsung beranjak memasuki MES yang terbuat dari kayu tersebut. Suasana di dalam mes yang baru saja kami masuki sangat menyeramkan. Di karenakan suasananya yang masih sangat gelap belum ada penerangan sedikitpun.

Menurut Om Basuki, kamar yang akan kami tempati ada di lantai dua gedung ini. Kami segera saja menaiki tangga, refleks aku berkata, “ Waww,, Red karpet.. Ternyata kita bisa melewati red karpet, ckckck !” Candaku yang membuat semua tertawa termasuk Om Basuki.

Tante ELY yang merupakan istri Om Basuki, menunjukkan kamar yang bisa kami tempati, yaitu kamar nomor 4. Setelah meletakkan barang-barang bawaan, kami segera menuju teras atas yang lebih keren disebut Balkon. Melihat pemandangan sekitar Mes yang sangat menawan, yaitu Hutan. Burung-burung beterbangan. Sungguh-sungguh bangga menjadi kelas pertama SMAN 1 Pasir Penyu yang bisa menginjak tempat seindah ini.

Kebiasaan anak-anak eLstwo adalah berpose ria di moment apapun, apalagi di tempat seperti ini, segera saja tangan kami menggenggam kamera digital yang memang sudah dopersiapkan. Saat hari semakin gelap dan memasuki Maghrib, kamu langsung masuk ke dalam untuk membersihkan diri sekedarnya. Maklum, semuanya sangat terbatas. Setelah kami rasa bersih dan badan agak segar, kami memasuki kamar. Ada beberapa teman kami yang masih terbawa oleh siksaan di atas mobil tadi.

“Kriiukk.Kriiukk.Kriiukk” Suara perut kami yang sudah keroncongan, bahkan sampe ke aliran Underground alias Rock. Segera saja kami buka bekal yang sudah sangat menggoda sejak tadi. Di tambah pula aku memang belum makan siang tadi. Makan bersama di kamar Mes sangat lezat, apalagi Mela membawa sambal lado kripik kentang + Kacang + ikan teri, makanan favorit kami. Kami langsung menyerbu serentak tanpa di komando.

Tapi sialnya, “Lagi pada makan yah ? Kalo bisa makan itu di bawah, sama-sama temannya. Jangan di kamar, nanti kamarnya kotor” Komentar Ante Ely. Huuhh,, males banget sih ! Langsung saja kami habiskan secepat mungkin dan membereskan tempat kami makan tadi. Tidak sabar melihat suasana hutan di malam hari, kami berlari keluar ruangan. “Huummbb, bagus yaah ?” Ucapku.

Melihat ke bawah, fenomena nyata yang sangat menggelitik. Pak dicky yang seorang guru kami ikut-ikut kami main domino. Ckckck, sangat-sangat lucu. Kami pun melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Pak Dicky. Sampai-sampai ante Ely berkata, “Nanti kalau Kepala Sekolah kalian bertanya, apa saja yang kalian lakukan di sana ? Apa yang kalian dapat ? Berjudi semuanya !” Ucapnya secara tegas dan lantang, membuat kami tertawa serempak.

Tak seberapa lama kami berjudi, kami mendengarkan cerita dari seorang penjaga Mes yang cukup menjadi perhatian cewek-cewek, karena tampangnya lumayan enak dipandang. Bang Sohib namanya, yang kami ejek Bang Sahabat. Hahahaha, Sohib kan sama dengan Sahabat, iya atau tidak ? iiyaaa…! Dia bercerita asal usul nama Bukit tiga Puluh itu dari mana, juga kejadian-kejadian apa saja yang pernah terjadi di area hutan itu. Kami cukup antusias mendengarkan cerita Bang Sohib, kecuali Mela yang asyik pindah kesana kesini, lompat kesana kesini mencari sinyal untuk membalas SMS dari BEBO-nya tersayang.

“Huummbb, dingin yah ?” Ucapku pada Ocha. Mata kami pun sudah hampir menyatu. Warnanya pun sudah berubah merah. Kami pun masuk ke kamar yang menurut cerita Ante Ely bekas dipakai sama pengunjung asal Prancis dan Belanda. Di dalam kamar kami bercerita dan bercanda. Mata yang sudah mengantuk tidak juga bisa dipejamkan dikarenakan ingin selalu bisa tertawa bersama. Tak seberapa lama di kamar, akhirnya kami keluar lagi dan duduk di depan TV sambil makan Klanting dan Lays.

Kira-kira jam 23.15 kami mencoba untuk tidur, aku pun sudah mulai memejamkan mata. Dalam tidurku, aku merasa kurang nyaman. Dan yang membuatku kurang nyaman itu adalah, suara Djenii, Swesvi, Puspa, dan Tyara. Mereka yang belum tidur, menmbuat trik-trik jahil untuk mengganggu kami yang sudah tertidur. Aku yang sudah terlanjur bangun akhirnya ikut-ikutan menjahili yang lainnya. Yang terlucu adalah berpose ria dengan korban yang sudah di jahili. Contohnya, Adella yang kakinya diikat oleh swesvi dengan selimut atau korban-korban lainnya yang wajahnya dicoret-coret dengan masker, salah satunya Ocha.

Sangkingkan lucunya, kami tertawa walaupun ditahan. Tetapi, tiba-tiba saja Andita merasa terganggu, dia langsung keluar kamar sambil menangis. Kami langsung diam dan merasa takut. Beberapa teman menenangkannya. Hal ini membuat Ante Ely keluar dari kamarnya, kami sang sumber keributan langsung merebahkan diri dan memejamkan mata berpura-pura sedang tidur. Dasar anak bandel !

Setelah kejadian ini, kami semua langsung tertidur pulas sampai keesokkan paginya. Aku terkaget dan langsung bangun ketika teman-teman riuh keluar masuk hendak melaksanakan sholat shubuh. Di tambah dengan suara-suara aneh yang menggema, aku berpikir bahwa itu adalah suara seseorang yang sedang berteriak-teriak. Tapi, ternyata itu adalah suara Monyet penghuni hutan ini. Sungguh ramai suaranya, benar-benar suara alam. Aku segera bangun saat hari mulai terang, mencuci muka dan segera ke Balkon untuk menghirup udara bebas yang masih sangat segar.

Setelah melaksanakan senam pagi yang entah apa-apa, tiap-tiap anak eLstwo sibuk dengan kesibukan masing-masing. Ada yang menyusun barang-barangnya, ada yang mengantri di depan kamar mandi, ada yang keluar sambil membawa secangkir minuman hangat, dan ada juga yang sibuk memasak membuat sarapan. Sedangkan sang pemilik kediaman belum bangun dari tidurnya, maklum ibu hamil. Saat kami semua sudah selesai sarapan barulah dia bangun dari tidurnya. Dan saat itu pulalah, seseorang yang tidak kami kenal memasuki ruangan makan. Ternyata dia adalah Manager Mes itu yang memang datang setiap seminggu sekali.

Melihat Mesnya ramai tanpa ada pemberitahuan, dia akhirnya bertanya dengan Ante Ely perihal hal ini. “Darimana ini ? Kok tidak ada pemberitahuan ?” ujarnya. Ante Ely pun menjawab, “Dari Air Molek, kemaren mau mengantarkan surat izin tapi kantor Rengat tutup, dia juga sudah izin kok sebelum membuat surat izin. Suratnya ada itu di atas. Tunggu saya ambilkan.”

Sementara itu, pak Dicky dan Ribut menghadap Manager itu dan menjelaskan semuanya. Pak Dicky yang tidak tahu apa-apa, terlihat agak gugup dan takut. Kami yang melihat di depannya pun menahan ketawa. Setelah diinterogasi beberapa menit, akhirnya dia mengatakan,”Ya sudah, silahkan melihat-lihat di tempat ini. Semoga kalian semua senang yah.” Hmmb, akhirnya.. dan nanti siang jam 9-an kami berencana berangkat ke air terjun untuk mandi-mandi menyegarkan badan.

“Siapp berangkat…??” Ucap Gustri sang ketua kelas, langsung saja kami berbaris di depam Mes, berdoa sebentar dan berangkat. Sepanjang perjalanan kami pun bercanda dan bercerita bersama. Di tengah perjalanan kami pun asyik berpose ria. Jalan selangkah dua langkah, “Kliiks !” suara kamera. Anak-anak eLstwo kan gila kilat. Selalu begitu sampai tiba di air terjun yang sangat indah.

Setelah bersenang-senang di air terjun, kami semua segera saja bersiap-siap kembali ke Mes, di tengah perjalanan ternyata Para penjaga Mes termasuk Ante Ely juga sedang mandi ke kolam di air terjun. Mereka juga ingin bersenang-senang seperti kami. Kami melanjutkan perjalanan sampai berhenti di persimpangan jalan. Kami bingung memutuskan untuk lanjut keliling-keliling hutan atau pulang ke Mes.

“Ayo lah jalan, masak pulang ke Mes sih.. Mau Ngapain sih di Mes ?” Tanya Mela dengan gaya lebay-nya. “Udahlah Mel, pulang saja ke rumah. Capek nih haa..” Ungkap Arjuna sambil duduk di pinggiran pendopo. Kami berdebat antara pulang atau berjalan-jalan. Melihat perdebatan kami Bang Sohib mulai bertanya, “Hayyoo.. Kalian mau jalan atau pulang ?”. Berkali-kali dia menanyakan hal itu. Akhirnya kami pergi sendiri-sendiri. Arjuna beserta anak-anak lainnya yang ingin pulang berjalan menuju ke Mes. Sedangkan kami yang masih ingin berjalan-jalan, langsung menuju Danau Muun berdasarkan tuntunan Bang Sohib yang tertawa akibat candaan Mela.

Jalanan menuju Danau Muun sangat sulit dilewati, areal tanah yang curam di barengi tangga yang ukurannya sangat mini alias kecil-kecil dan begitu banyak. Kami merasa kelelahan berjalan menuju Danau Muun itu. Tetapi dengan semangat yang membara, kami tetap berusaha untuk segera sampai ke tujuan.

Kesulitsn yang kami alami akhirnya terbalaskan saat melihat Danau Muun yang cukup Indah, namun yang sangat mengagumkan adalah ikan-ikan yang hidup di dalamnya, sangat banyak. Mulai dari ukuran yang kecil sampai  ukuran yang paling besar. Setelah puas melihat Danau akhirnya lagi-lagi kami terbagi dua, anak-anak yang masih ingin melanjutkan perjalanan akhirnya pergi bersama Bang Sohib menuju ke Rumah pohon. Sedangkan kami pulang menuju ke Mes.

Sesampainya kami di Mes, setelah melepas lelah, mmembersihkan diri dan mengganti pakaian. Kami turun ke Dapur melihat kegiatan di dapur. Tidak di sangka ternyata ada pemandangan yang tidak biasa. Arjuna menjadi pemimpin kru koki di dapur yang artinya Arjuna-lah yang memasak di dapur. Hmmm, ada-ada saja yah yang dilakukan Arjuna. Selalu saja membuat kami terkejut.

Setelah masakan selesai disajikan, kami makan bersama anak-anak eLstwo dan bersama para penjaga Mes. Setelah itu, ayo kembali berjudi, main domino atau remi tinggal pilih. Mau di  atas atau di bawah boleh saja. Yang penting kita happy. Di saat merasa bosan kami di ajak melihat-lihat ruang informasi. Di sana banyak sekali penjelasan-penjelasan mengenai daerah ini. Tapi, tiba-tiba ada pengunjung lain yang datang bersama rombongannya.

Kami merasa kurang senang dengan kedatangan mereka. Tampaknya mereka sangat sombong dan norak.Penampilannya saja sangat-sangat mencolok. Kami merasa terganggu jikalau saja mereka mau menginap di Mes yang sama, maka dari itu kami menganggap mereka tidak ada.

Sore ini, aku, Ocha. Andita dan didit lah yang harus memasak di dapur untuk makan malam. Sedangkan yang lainnya sedang santai-santai dan ada juga yang sedang main bola volly di halaman belakang. Berhubung semua bahan-bahan mulai menipis, maka kami mencari cara agar yang kami masak bisa mencukupi untuk se,ua anggota. Setelah selesai masak, makanan itu kami letakkan di atas meja makan dan segere memasak nasi. Sambil mennunggu nasi matang, kami duduk-duduk di luar uuntuk melihat matahari terbenam.

Hari sudah mulai gelap menjelang maghrib, kami memasuki Mes dan bersiap-siap untuk mandi. Andita ingin menunjukkan masakan kepada Djenii, apakah cukup untuk malam ini. Tetapi, tiba-tiba saja Andita tersentak. “Loh, kok sambalnya tinggal sedikit ? Tadi memang sedikit sih, tapi gak sedikit kali kayak gini !” Ucapnya penuh emosi. Saat dia melihat mangkuk kosong bekas Indomie sang supir anak-anak tadi, dia menemukan ikan yang kami sambal ada di sana. Itu berarti, dia sudah memakan masakan kami. Andita merasa tidak terima, “Pantanglah, sudahlah sedikit !  Dimakan pula sama dia, jadi tambah sedikitlah. Entah cukup entah enggak lah nanti nih.”

Semua anggota eLstwo merasa marah. Namun,kami masih merasa sabar. Itulah eLstwo, semarah apapun kami, kami akan tetap berlapang dada. Terpaksa kami membagi makanan itu seminimum mungkin agar semuanya kebagian. Malam yang cerah pada mulanya, di hiasi dengan pemandangan bulan purnama yang sangat berssinar. Sampai-sampai kami berebut mendapatkan teropong untuk bisa melihat bulan lebih besar lagi. Untung saja aku bisa juga mendapatkan giliran meneropong bulan yang sangat indah itu. Dari lensa teopong itu tampaklah keindahan bulan secara jelas.

Selesai makan, kami berencana untuk mengadakan acara bakar jagung + acara api unggun. Sebelum itu, kami disibukkan dengan masalah yang ditimbulkan oleh Swesvi, kakinya terasa nyeri dan tidak bisa digunakan untuk berjalan. Setelah menjadi kacungnya Arjuna yang menyiapkan makan malamnya. Selanjutnya, menjadi kacungnya Swesvi yang mengangkat serta menggendongnya bersama-sama kemanapun dia mau pergi. Sungguh-sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan.

Sedang duduk-duduk asyik di depan api unggun, seekor tarantula melewati tempat kami berada. Kami langsung terpesona dan menjepretnya. Om Basuki juga ikut-ikutan, kami merasa melihat pemandangan baru. Tapi, angin langsung berhembus sangat kencang. “WwUuusshhh….” sepertinya malam ini akan turun hujan. Padahal, acara kami belum selesai bahkan baru saja dimulai. Benar saja, tiba-tiba hujan deras mengguyur kami. Kami berlarian memasuki Mes, walaupun kami tertawa terbahak-bahak. Kami merasa kecewa, padahal ini kan malam terakhir kami di tempat ini.

Berhubung hari hujan deras, kami makan jagung di dalam Mes saja. Bersama-sama dengan Bang Sohib, Om Basuki, dan Ante Ely. Selanjutnya kami main Remi dan Domino di atas bersama Ante Ely. Sekaligus mengajak anak-anak tembilahan itu main. Tapi, yang cowoknya saja. Berhubung cewek-ceweknya sombong-sombong. Dani dan Habibi, itulah yang bermain bersama kami malam itu. Kami bercanda bersama, ejek-ejekkan, sampai-sampai Mela menyebut mereka Banci karena mereka kalah main dan kami yang menang, aku dan Mela. Karena menyerah, akhirnya mereka tidur.

Selanjutnya, kami main bersama Arjuna Berhubung Retno yang kalah, kami sepakat untuk ngerjain Retno. Arjuna yang sangat bersemangat, sampai rela mengejar-ngejar retno sampai masuk ke kamar cewek dan kena marah sama Ante Ely. Hahaha, Retno tidak mau bermainlagi karena takut wajahnya kami coret-coret lagi. Setelah merasa lelah, kami pergi ke kamar dan tidur.

Pagi harinya, kami bangun dan pergi senam. Hari terakhir kami berada di Mes ini. Tepat jam 9 nanti kami harus segera meninggalkan Mes ini karena kami harus berjalan kaki keluar menuju simpang. Disebabkan, mobil tidak dapat mendaki sehabis hujan semalam. Setelah siap membereskan segala perlengkapan, kami pun segera stand by di depan Mes, menunggu Tante Ely dan Om Basuki untuk berpamitan. Kami merasakan kesedihan yang amat dalam. Mereka pun seakan sulit melepas kepergian kami. Namun, kami tetap harus pulang. Kami diantar sampai di gerbang Mes membuat kami hampir menitikkan air mata.

3 jam perjalanan, kami bertemu dengan mobil yang mengangkut kami telah memasuki hutan. Kami langsung menaiki mobil itu dengan cepat untuk melepas rasa lelah. Alangkah senangnya kami saat menaiki mobil dan berhasil keluar dari area Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Segera kami encari air minum untuk enghilangkan dehidrasi yang telah kami alami sejak tadi.

Sepanjang perjalanan, kami sudah tidak bertenaga lagi. Kami sudah kehilangan energi untuk berdiri ataupun bergerak. Tentu saja, kami terbaring lemah dan tertidur pulas. Beberapa jam kemudian, kami sampai di pekarangan sekolah. Di situlah akhir kisah perjalanan kami yang sangat menyenangkan itu. Kami ELSTWO akan selalu mengukir keajaiban. JJJJ

Image

Karya: AMANDA AYUNINGTIYAS